Dalam kehidupan masyarakat Indonesia , khusunya masyarakat Jawa masih sangat kental akan tradisi untuk selalu berbakti kepada Leluhur. Leluhur atau Nenek Moyang yang diluhurkan haruslah dihormati, menjadi suatu kewajiban bagi kita untuk selalu berbakti kepada mereka.
Sehingga Leluhur selalu wanti wanti (mengingatkan) kepada anak cucunya sebagai orang jawa dan siapapun yang hidup di tanah wingit, tanah angker yaitu “Tanah Jawa” untuk selalu menjaga Ajaran Tatanan Hidup sebagai Orang Jawa dan selalu bersyukur serta mengingat semua kebaikan Leluhur (expressed heartfelt gratitude for his ancestry) dengan tidak meninggalkan tradisi, budaya melalui kegiatan spiritual yang sudah diajarkan oleh Nenek Moyang
Sebaliknya , Leluhur tanah Jawa juga mengingatkan bahayanya jika anak cucunya dan siapapun yang hidup di tanah jawa melupakan , meninggalkan kebiasaa, tradisi ajaran tatanan hidup yang diturunkan kepada Leluhur untuk anak cucunya dengan sabda leluhurnya yaitu :
“Tanah Jowo Tanah Wingit, Jalo Moro Jalmo Mati”
Siapa yang tidak mengikuti Aturan Tatanan Leluhur bakalan menemukan malapetaka (pati atau mati)
Jika tidak mati sandang pangannya, rumah tangganya, kebahagiaanya, usaha - kariernya, kehidupannya atau jodohnya.
Para leluhur yang sudah berpindah alam inilah yang akan menjaga keselamatan dan kemakmuran anak cucu dan keluarganya yang masih hidup di bumi.
Arwah leluhur adalah teman yang kuat, sanggup mendatangkan keberuntungan, menjaga kesejahteraan, dan memberikan perlindungan.
PERACAYA atau TIDAK Jika diabaikan atau leluhur dibuat tersinggung maka leluhur akan mendatangkan malapetaka, kesialan, yakni penyakit, kemiskinan, dan kesengsaraan.
Kita semua akan menjadi leluhur buat anak cucu kita, apa yang kita perbuat dan kita lakukan akan menjadi sejarah bagi anak cucu kita. Jika kita mengajarkan kepada anak cucu kita bagaimana menghargai, menanamkan ajaran luhur Leluhur kita, tidak mustahil jika kelak anak turun kita juga menghargai kita sebagai leluhurnya.
Sebaliknya, kitapun tidak akan pernah merasakan dihargai jika kita sudah memberikan ketauladanan yang salah kepada anak cucu kita, bahwa seakan apa yang ajaran leluhur kita adalah primitif, sesat, sirik dan sebagainya.
Berikut adalah istilah untuk urutan keturunan (ke bawah) dan level leluhur (ke atas) dalam Bahasa Jawa :

Moyang ke-17. Mbah Menya-menya
Moyang ke-16. Mbah Menyaman
Moyang ke-15. Mbah Ampleng
Moyang ke-14. Mbah Cumpleng
Moyang ke-13. Mbah Giyeng
Moyang ke-12. Mbah Cendheng
Moyang ke-11. Mbah Gropak Waton
Moyang ke-10. Mbah Galih Asem
Moyang ke-9. Mbah Debog Bosok
Moyang ke-8. Mbah Gropak Senthe
Moyang ke-7. Mbah Gantung Siwur
Moyang ke-6. Mbah Udheg-udheg
Moyang ke-5. Mbah Wareng
Moyang ke-4. Mbah Canggah
Moyang ke-3. Mbah Buyut
Moyang ke-2. Mbah (bahasa Indonesia = Eyang)
Moyang ke-1. Bapak / Simbok

Keturunan ke-2. Putu (bahasa Indonesia = cucu)
Keturunan ke-3. Buyut (bahasa Indonesia = cicit)
Keturunan ke-5. Wareng
Keturunan ke-6. Udheg-Udheg
Keturunan ke-7. Gantung Siwur
Keturunan ke-8. Gropak Senthe
Keturunan ke-9. Debog Bosok
Keturunan ke-10. Galih Asem
Keturunan ke-11. Gropak waton
Keturunan ke-12. Cendheng
Keturunan ke-13. Giyeng
Keturunan ke-14. Cumpleng
Keturunan ke-15. Ampleng
Keturunan ke-16. Menyaman
Keturunan ke-17. Menya-menya
Keturunan ke-18. Trah tumerah.
Semoga artikel ini bisa menumbuhkan lagi semangat untuk mempertahankan dan melestarikan ( Nguri-nguri) "Ajaran Tatanan Hidup" leluhur yang semakin punah seiring dengan degradasi moral anak bangsa kita akibat serbuan budaya asing dan kemajuan teknologi.